Istighfar


Pagi ini, terasa pas sekali. Bacaan rutin saya telah sampai di Surat Nuh, juz 29. Dan saya menghentikan bacaan sebagaimana ayat di bawah ini. Ada perasan berbeda dan secercah pemahaman yang datang karenanya.

“Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (Surat Nuh : 9-13)

Terus-terang, selama ini tak ada kesan mendalam, berulang kali baca pun biasa saja. Namun karena cerita Pak Iqsal, ada yang lain ketika melewatinya. Beberapa waktu yang lalu beliau memberikan tambahan keterangan mengenai ayat di atas dengan sebuah cerita yang menggoda. Dikutip dari riwayat Imam Al-Qurthubi, dia menceritakan kisah dari Ar-Rabi’ bin Shabih jaman tabi’it-tabi’in. Ada empat orang datang kepada Imam Hasan Bashri mengadukan masalah yang berbeda-beda. Orang pertama, datang mengadukan tanahnya yang tandus dan gersang. Kemudian orang kedua, mengadukan rizkinya yang sempit dan merasa kelelahan dengan hidup. Sedangkan orang ketiga, mengadukan nasibnya dimana telah lama berumah tangga, tetapi tidak memiliki anak. Nah, yang terakhir, orang keempat mengadukan tanamannya yang tidak berbuah walaupun lebat dan dipelihara setiap saat.

Kepada keempat orang itu, Imam Hasan Bashri hanya berkata singkat, “Beristighfarlah!”
Ibnu Shabih merasa heran. Bertanyalah ia kepada Imam Hasan Bashri, “Wahai Hasan, empat orang mengadukan permasalahan berbeda, kenapa engkau menyuruh semuanya beristighfar?”
Imam Hasan Bashri menjawab, “Apa yang aku katakan kepada mereka bukanlah dariku, tapi dari Allah SWT, lihatlah dalam Surat Nuh.”

Inilah barang hilang itu. Seolah menemukan kembali benang merah yang selama ini terputus. Demikian juga lembaran perjalanan hidup saya yang mencerminkan per kejadian ayat di atas. Setelah menunggu sekian lama dan memperbanyak istighfar kepada Allah, 5 tahun kemudian Allah berkenan memberikan anak kepada kami. Dan kepada teman-teman yang belum diberikan keturunan juga sering saya menasihatkan kepada mereka untuk memperbanyak istighfar. Ya istighfar sebagaimana bunyi ayat di atas. Sayangnya, banyak yang belum yakin dengan itu semua. Itulah pokok masalahnya.

Terlepas dari itu semua, sekarang terasa menjadi lebih hidup ketika membaca ayat-ayat terkait istighfar ini. Tak lain karena tambahnya pemahaman dan penjelasan, sehingga benar-benar bisa menghayati tombo ati – membaca quran dan menghayati maknanya. Juga semakin mendekati sebuah arti dari gandangan bahwa quran adalah sebaik-baik teman duduk, yang tidak membosankan, semakin indah dan berkesan ketika mengulang-ngulangnya.

Menyusul berikutnya adalah keinginan untuk terus bisa istighfar, memperbanyak istighfar, dimana saja dan kapan saja. Tak lagi berhitung seratus, dua ratus atau seribu, tetapi sampai basah lisan ini dan sampai sebuah kesibukan merenggut kesadaran ini. Kemudian kembali dan kembali lagi melantunkan istighfar ini. Disaksikan jemari yang terus mengiringi lisan yang bergetar istighfar, hati bermimpi melanggengkan amalan agung yang menjadi kebiasaan para nabi, ulama, dan orang-orang saleh yang telah lalu ini.

Nah, apalagi kalau dikaitkan dengan surat ini, begitu penjelasan Pak Iqsal,“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun (beristigfar).” (QS Al-Anfal [8]: 33). Maka semakin semeleh hati karenanya. Selanjutnya pak Iqsal menjelaskan, dalam memahami ayat ini, Abu Musa Al-Asy’ari pernah berkata, “Dulu kami mempunyai dua penjaga (dari bencana) di dunia ini. Satunya telah pergi dan tersisa satu lagi. Yang pergi adalah Rasulullah SAW, dan yang masih tersisa adalah istighfar. Jika yang satu ini pun hilang, maka celakalah kami semua.”

Mari kita terus beristighfar, mengiringi indahnya pagi ini.
Oleh: Faizunal Abdullah

Tinggalkan komentar